Lindungi infrastruktur kritis nasional, data pemerintah, dan layanan publik dari ancaman siber yang disponsori negara (APT), hacktivism, dan serangan ransomware
Memenuhi Regulasi Pemerintah:
Sektor pemerintah dan BUMN mengelola Infrastruktur Informasi Kritis yang vital bagi keberlangsungan negara—sistem e-Government, basis data kependudukan, layanan kesehatan nasional, sistem energi dan transportasi. Gangguan terhadap IIK dapat melumpuhkan layanan publik dan membahayakan keamanan nasional.
Banyak instansi pemerintah masih mengoperasikan sistem legacy yang tidak di-patch, tidak ter-monitor, dan tidak ter-integrasi dengan security infrastructure modern. Fragmentasi sistem antar K/L mempersulit visibility dan centralized monitoring.
Data kependudukan, kebijakan strategis, infrastruktur kritis, dan rahasia negara menjadikan sektor publik sebagai target utama Advanced Persistent Threat (APT) yang disponsori nation-state adversaries dengan resources dan sophistication tinggi.
Shortage of skilled cybersecurity professionals di sektor publik. Budget constraints, kompetisi dengan private sector, dan complexity dalam procurement security solutions memperlambat penguatan postur keamanan.
Harus comply dengan UU PDP, Perpres SPBE, Indeks KAMI, SE BSSN, dan berbagai regulasi sektoral. Overlap requirements, changing landscape, dan administrative burden dalam reporting ke BSSN.
Serangan terkoordinasi yang disponsori nation-state actors untuk cyber espionage, intellectual property theft, sabotase infrastruktur, atau preparation untuk cyber warfare. APT groups seperti Mustang Panda, Winnti, Lazarus aktif menargetkan kawasan Asia-Pasifik.
Ransomware yang melumpuhkan layanan publik—sistem perizinan, layanan kesehatan nasional, pendidikan, transportasi. Contoh: serangan terhadap PDNS (Pusat Data Nasional Sementara) 2024 yang melumpuhkan 200+ layanan pemerintah.
Pencurian database kependudukan (NIK, KTP, KK), data kesehatan, data perpajakan, atau dokumen rahasia negara yang dijual di dark web atau digunakan untuk identity fraud dan blackmail.
Serangan yang dimotivasi ideology politik, sosial, atau agama. Targets: website pemerintah untuk propaganda, DDoS untuk disrupt services, atau doxxing pejabat publik. Groups seperti Anonymous, Ghost Squad sering menargetkan government sites.
Pegawai atau kontraktor dengan privileged access yang menyalahgunakan wewenang untuk data theft, sabotase, atau fraud—baik disengaja (malicious) atau tidak disengaja (negligence). Sulit dideteksi karena memiliki legitimate access.
Kompromi terhadap vendor IT, software providers, atau kontraktor yang memiliki akses ke sistem pemerintah. Attackers menggunakan trusted third-party relationships sebagai entry point—seperti kasus SolarWinds yang mengompromikan multiple government agencies.
Assessment keamanan menyeluruh terhadap sistem e-Government, data center, SPBE portal, dan aplikasi layanan publik untuk identifikasi vulnerability sebelum dieksploitasi threat actors.
Proactive threat hunting untuk mendeteksi APT campaigns, analyze indicators of compromise (IOCs), dan eradikasi sophisticated threats yang telah persistent di environment.
End-to-end implementation GRC program untuk memenuhi Perpres 95/2018 (SPBE), UU PDP, Indeks KAMI, dan kerangka keamanan BSSN—dari gap assessment hingga certification readiness.
Managed SOC services dengan real-time monitoring, threat detection, dan incident response untuk memastikan continuity layanan publik kritis 24/7/365.
Rapid incident response untuk ransomware, APT, atau data breach dengan forensics investigation, containment, recovery—dan compliance reporting ke BSSN dalam 24 jam sesuai regulasi.
Training cyber security awareness untuk ASN dan pegawai BUMN—mencakup phishing awareness, data protection (UU PDP), secure remote work, dan incident reporting procedures.
Gangguan layanan publik kritis—e-KTP, perizinan online, BPJS, pendidikan nasional—menyebabkan public panic, economic losses, dan erosi kepercayaan terhadap pemerintah.
Kebocoran data penduduk (280M+ records), rekam medis, data perpajakan—melanggar UU PDP dan membahayakan privasi warga negara. Potensi identity theft massal dan fraud.
APT campaigns dapat mencuri dokumen rahasia, rencana strategis, atau sabotase infrastruktur kritis (energi, transportasi, komunikasi)—mengancam kedaulatan dan stabilitas negara.
Sesuai SE BSSN No. 8/2021, instansi pemerintah WAJIB melaporkan insiden siber ke BSSN dalam 1x24 jam. Failure to report dapat mengakibatkan sanksi administratif dan audit mendadak.
UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi mewajibkan notifikasi ke pemilik data dan regulator dalam 72 jam. Pelanggaran dikenai sanksi administratif hingga Rp 10 miliar atau 2% pendapatan.
Perpres 95/2018 tentang SPBE dan Indeks KAMI mensyaratkan evaluasi keamanan berkala. Instansi yang gagal mencapai target Indeks KAMI dapat dikenai teguran atau pemotongan anggaran TIK.
Konsultasikan kebutuhan cyber security dan compliance SPBE dengan tim expert kami. Dapatkan security assessment gratis dan roadmap compliance ke BSSN framework.
15+ Instansi Pemerintah & BUMN
CISSP, CISA, CEH, OSCP
Sesuai Kerangka Keamanan Nasional